Najis Anjing di Jalanan apakah dimaafkan?
Najis Anjing di Jalanan apakah dimaafkan?
1. Seperti kata ustad sebelumnya, anjing yang berjalan di jalan yang basah itu najisnya dimaafkan. Saya izin bertanya kembali, jika jalanannya kering, namun tubuh anjing yang melewati jalanan tersebut yang membawa bebasahan, entah bebasahan itu di kakinya, badannya, atau air liurnya menetes. Apakah juga dimaafkan saat sendal/sepatu/kaki/pakaian kita bersentuhan dengan bebasahan dari anjing yang berpindah ke jalanan tersebut ?
2. Jika tangan kita terkena bebasahan anjing secara langsung, kondisinya saat itu tangan kita lembap/basah, sementara dengan tangan kita itu kita mengambil gayung untuk bersuci, lalu kita juga menggunakan tangan untuk mengambil tanah, padahal saat itu tangan kita belum kita sucikan. Apakah semua benda yang disentuh dengan tangan sebelum tangannya itu disucikan, harus disucikan juga ?
3. Jika pakaian atau bagian tubuh kita yang terkena bebasahan dari anjing sudah kontak dengan benda" lain sebelum kita mensucikannya, dan kondisinya tidak kering ketemu kering. Benda mana saja ustad yang harus disucikan, apakah semua benda, atau benda yang bersentuhan langsung dengan tubuh/pakaian kita saja, atau dianggap dimaafkan saja benda" itu ?
Mohon jawabannya ustad. Terima kasih.
JAWABAN
1. Iya, dimaafkan. Prinsipnya sama, yaitu itu termasuk dalam kondisi
"umum al-balwa" atau kesulitan yang merata dan sulit dihindari. Dalam kondisi
demikian, maka ada dispensasi khusus dari syariah. Dalam kaidah fikih
dikatakan:
المشقة : تجلب التيسير ، الأصل في هذه القاعدة قوله تعالى : ( يريد الله بكم
اليسر ولا يريد بكم العسر) وقوله تعالى : ( وما جعل عليكم في الدين من حرج )
Artinya: Kaidah Ketiga: Kesulitan berakibat kemudahan. Dalil asal dari kaidah
ini adalah firman Allah (Al-Baqarah ayat 185): " Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." Dan firman Allah (Al-Haj ayat
78): "Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan."
Baca detail:
Najis di jalanan
2. Ya, kalau bebasahan anjing itu bukan najis yang dimaafkan.
Tapi kalau najis yg dimaafkan, misalnya najis jalanan, maka tidak perlu
disucikan.
3. Dilihat dulu. Ketika pakaian kita terkena najis
anjing, maka hanya titik yang terkena saja yang najis. Sedangkan bagian lain
dari baju tersebut tidak najis. Jadi, yang harus disucikan adalah bagian yang
terkena najis secara basah. Baca detail:
Najis dan Cara Mensucikan
SARAN
Apabila anda termasuk penderita was-was dan
berada di kawasan yang banyak anjingnya, maka kami sarankan dalam soal najis
anjing ini mengikuti pandangan mazhab Maliki yang menyatakan bahwa anjing itu
tidak najis kecuali kotorannya (kencing dan feses). Ini solusi terbaik yang
dianjurkan oleh ulama Al-Azhar Mesir. Baca detail:
Cara Sembuh dari Was-was menurut Ibnu Hajar al-Haitami
Baca juga:
NAJIS
Maaf ustad izin bertanya kembali.
1. Apakah
jalan yang dimaksud di tulisan tersebut termasuk jalanan berupa aspal, semen,
dan keramik (yang ada di dalam bangunan seperti bandara, stasiun, kantor, dll)
?
Karena jalan di zaman penulis kitab itu kan kemungkinan mayoritas masih
tanah, sementara jalanan di zaman sekarang ini tanah itu kan hampir tidak ada,
sudah digantikan oleh aspal, semen, bahkan keramik.
2. Untuk najis
yang dimaafkan itu sebenarnya lebih utama mana, dibiarkan saja atau tetap
disucikan ?
3. Apakah ustad pernah berpindah ke madzhab fiqih lain
selain madzhab syafi'i secara permanen karena ustad merasa kesulitan
mengamalkan suatu pendapat dari madzhab syafi'i tersebut, dalam hal apapun
misal tentang najis atau bab fiqh yang lain ?
Mohon penjelasannya
ustad. Terima kasih
JAWABAN
1. Di jalan apa saja. Yang
terpenting jalanan umum. Poin terpenting adalah jalan itu menjadi tempat lalu
lintas manusia. Sehingga sangat sulit menjaga hal suci, dan pada waktu yang
sama berpotensi banyaknya hal najis. Dalam kondisi demikian, maka ini masuk ke
dalam kaidah fikih sebagai "meratanya kesulitan" atau "umum al-balwa".
Baca detail: Najis di jalanan
2. Tergantung tempatnya. Kalau di jalanan,
dibiarkan saja. Karena menyucikannya itu akan mempersulit diri sendiri. Dan
mempersulit diri sendiri itu tidak syar'i. Baca detail: Najis di jalanan
3. Pernah tapi sangat jarang. Namun, dalam
memberi fatwa pada orang awam itu sering. Baik dalam masalah najis/suci maupun
dalam soal talak. Baca detail: Orang Awam Tidak Wajib Ikut Satu Madzhab