Was-was Murtad dan OCD Talak
Was-was Murtad dan OCD Talak
Assalamuālaikum,
Ustadz,
menurut pendapat ustadz yang saya tangkap, wahabi itu adalah Islam karena ada
yang mengatakan mujassimah tidak kufur, intinya begitu. Dulu saya mengaku
sebagai wahabi, dan berpindah ke Aswaja pas awal menikah, dan ustadz tidak
mempermasalahkan terkait Islam atau bukannya, dan saya pun baru faham soal apa
itu mujassimah ketika saya belajar memperdalam Ahlussunnah waljamaah (awal
menikah). Kemudian saya berceramah meneruskan perkataan kalam Ustadz KH. Ahmad
Fatih Syuhud kalau wahabi itu salah satu cirinya adalah "menganggap berdoā di
kuburan itu musyrik", saya baru sadar sekarang karena dulu kan saya mengaku
sebagai wahabi dan pernah berdoā di kuburan yakni hanya mendoākan almarhumah
mamah saya. Apakah itu termasuk berbicara kepada diri sendiri, atau apakah
saya telah musyrik? Saya agak kaget juga ustadz. [1]
Ustadz, pada
saat saya berdiskusi di grup kajian mengenai pertanyaan "apakah wajib
mengikuti aturan desa tertentu?". Saya mengutarakan bahwa peraturan desa bisa
wajib diikuti, tapi secara agama belum tentu. Lalu, ada teman saya berkata"
bagaimana bila sebuah pesantren mewajibkan aturan .... .... ....", nah itu
saya skip baca kelanjutannya, dan saya langsung menyimpulkan, secara agama
belum tentu wajib. Lalu teman saya itu protes memgenai argumen saya, ternyata
saya terlalu cepat menyimpulkan, ternyata pada titik-titik di kalimat di atas
itu adalah kalimat "sholat, atau sholat tepat waktu". Dari situ saya kaget
soalnya saya berkeyakinan bahwa sholat fardhu itu wajib secara agama. Saya
takut dia bermaksud itu adalah sholat fardhu, bukan selain fardhu. Saya hanya
takut mendeskripsikan sholat fardhu itu tidak wajib dan para member terlanjur
membaca statement saya, sebelum saya sadar. [2]
Ustadz, saya
menjelaskan kepada member grup berdasarkan hasil kejadian saya sendiri soal
lendir dari kepala ke perut. Saya berkata kepada mereka "biasanya ingus meler
lewat belakang hampir menuju esofagus itu pada saat setelah mandi subuh dan
wudhu". Kemudian saya menambahkan "eh jangan salahkan mandi subuhnya, karena
mandi subuh itu sehat". Setelah beberapa jam, saya baru ingat bahwa itu
merupakan pengalaman pribadi saya, belum tentu yang lain se alergi saya, dan
di sana terdapat kata "wudhu". Padahal maksud saya, kalau saya secara pribadi,
ingus sering meler dari kepala menuju perut itu pada saat setelah wudhu subuh.
Saya takut jadi mengartikan wudhu pada setiap waktu berwudhu adalah sebuah
perbuatan yang membuat ingus meler. Saya takutnya para member memahaminya
seperti itu. [3]
Ustadz, jujur ya saya itu sangat cinta sama Islam.
Ketika saya melakukan dosa, salah satunya onani, saya meyakini bahwa itu
adalah dosa haram bagi saya yang sekarang sudah tahu, walau saya sering
melakukannya walau itu haram, tapi saya sadar itu statusnya adalah dosa. Pada
saat saya mau keluar sperma, kalau tidak salah dalam hati saya menyatakan
"tidak Islam" kemudian keluarlah sperma. Atau kejadiannya, pada saat mau
keluar sperma terlintas di hati "tidak Islam" lalu saya menepisnya dengan hati
juga yaitu "tidak berniat murtad" namun keburu crot, belum sempat selesai
pernyataan di hati seperti "tidak berniat murtad" tersebut. Memang agak aneh
bisikan-bisikan dalam hati saya itu ya ustadz. Maksudnya kenapa sering
terlintas kata-kata murtad dalam hati saya, padahal saya sendiri sangat dalam
cinta saya terhadap Islam. [4]
Ustadz, ketika saya sedang live
streaming dengan teman-teman saya di sosial media. Di sana sedang membahas
seorang teman yang sedang patah hati. Lalu saya berkata "tidak berhak
meneteskan air mata terhadap yang belum halal". Pada saat mengucapkan itu
terintas dalam hati atau fikiran yaitu istri saya, bahkan saat konsultasi ini
terbayang-bayang sedikit ke sana, atau hanya perasaanku saja. Padahal kan
aslinya tidak demikian, saya sangat cinta sama istri saya. Kata "belum halal"
itu menjadi momok menakutkan bagi saya, entah karena saya was-was atau
bagaimana. Sepeti terlintas dalam fikiran "nah loh belum halal". [5]
Lalu
teman laki-laki saya berkata: "hei bang salman bagi-bagi istrinya". Terus dia
mengatakan lagi "hei bang", lalu saya refleks mengatakan 'iya'. Dari
situ saya kaget, masa iya sih saya bagi-bagi. Saya berusaha meyakinkan bahwa
kata 'iya' tersebut bukan mengiyakan permintaan dia, tapi hanya menyahut saja.
Tapi sampai ini saya kefikiran terus. Lalu saya berkata "maksudmu apa?" Dia
mengatakan "ah cuma bercanda bang". Saya mengatakan "ah candaamu jelek".
[6]
PERTANYAAN
1. Berdasarkan kondisi [1], [2], [3], dan
[4], apakah jatuh murtad?
2. Berdasarkan kondisi [5] dan [6], apakah
jatuh talak?
Terima kasih.
Wassalamuālaikum.
JAWABAN
1. Tidak jatuh murtad. Baca detail:
Tidak Semua Ucapan Talak Sharih berdampak Cerai
2. Tidak jatuh talak. Baca detail:
Tidak Semua Ucapan Talak Sharih berdampak Cerai
Baca juga: Cara Sembuh dari Was-was menurut Ibnu Hajar al-Haitami
TALAK
Assalamualaikum
Izin bertanya Ustadz
Tadi
saya menasehati Istri soal cara mendidik anak,
Saya ingin istri
saya dan baby sitter ( bu siti ) lebih meningkatkan pengetahuan mengenai pola
asuh terhadap anak atau pengetahuan parenting ke anak
Saya
bilang ke istri saya :
bu siti harus upgrade kemampuan parenting,
kalau bu siti nggak upgrade, nanti saya ganti
Kemudian istri
menjawab :
Lha papa yg bilang ke bu siti
Kemudian
saya bilang ke istri saya :
Ya termasuk kamu
Maksudnya
kata “ termasuk kamu “ adalah saya ingin istri saya juga mengupgrade kemampuan
parentingnya, jadi maksud yg termasuk disitu adalah yg “ mengupgrade kemampuan
parenting “,
Bukan yg “ kalau nggak upgrade, nanti saya ganti “
Saya
kepikiran karena di kalimat sebelumnya yg untuk bu siti ada kata “ kalau nggak
upgrade, nanti saya ganti “,
Padahal yg itu tertuju untuk bu
siti
Dan kata “ termasuk kamu “ yg untuk istri saya itu adalah yg
mengupgrade kemampuan parentingnya
Itu bukan termasuk kalimat
talak kan Ustadz ?
JAWABAN
Bukan termasuk kalimat talak.
Jadi,tidak ada dampak hukumnya. Dan termasuk kata non kinayah. Baca detail:
Non kinayah dengan niat talak